Kopi Pendek dan Kopi Penuh

April 15, 2009

Kota lahat baru saja diguyur hujan dari pukul 17.30 tadi, saya pun pulang dari tempat kerja dalam keadaan basah karena kehujanan di jalan. Selesai mandi dan sholat tiba-tiba aliran listrik padam, dan ini sudah untuk ke-4 kalinya dalam 1 hari ini…ter..la…lu…*logat bang rhoma*.
Akhirnya saya memutuskan keluar rumah untuk menghilangkan rasa penat dan suntuk seharian ini. Saya berjalan menyusuri trotoar di pinggir pertokoan pasar baru, kedua tangan saya masukkan kedalam saku jaket untuk mengurangi hawa dingin dari tiupan angin selepas hujan tadi.
Mata saya tertuju pada sekelompok orang yang sedang ngobrol sambil tertawa lepas disebuah tenda kecil dengan gerobak makanan dan minuman disampingnya, beberapa becak dan motor terlihat parkir disitu, saya tertarik dan mampir di tenda makanan itu. Ada 5 sampai 7 orang yang ada disitu, tanpa menghiraukan kedatangan saya mereka terus bercerita dan tertawa. Disudut meja panjang masih tersisa 1 kursi dan saya duduk disana. Lalu seorang laki-laki tua bertopi menghampiri saya dan bertanya :

Bapak : ” Mau makan apa dek ? silahkan ambil sendiri ”
Saya : ” Iya pak makasih ”

Lalu saya berdiri dan menghampiri setumpuk makanan kecil diatas gerobak itu, sambil memegang piring kecil berisi cuka saya mengambil pempek, tahu goreng, bakwan, dan martabak kecil lalu kembali ketempat duduk saya. Si bapak yang ternyata pemilik tenda gerobak ini menghampiri saya lagi dan bertanya :

Bapak : ” Minum apa dek ? ”
Saya : ” Kopi aja pak ”
Bapak : ” Kopi Pendek apa Kopi Penuh ? ” tanya si bapak
Saya : ” Apa bedanya pak ? ” tanya saya kebingungan

Beberapa orang laki-laki yang berada disitu serentak melihat kearah saya dengan pandangan heran, ada yang tertawa malah, lalu diantara mereka ngomong kepada saya :

Bapak : ” Oi dek, ga’ pernah makan disini ya ”
Saya : ” iya pak, baru sekali ini ”
Bapak : ” Gini dek, kalau banyak duit beli Kopi Penuh, kalau duit pas-pas’an beli Kopi Pendek aja ”
Saya : ” Ya udah, saya pesen kopi pendek aja pak… ”

Tidak lama kemudian saya disodorkan segelas Kopi Panas dengan asap yang mengepul, dari aromanya saya tahu kalau kopi ini tidak murni alias dicampur dengan biji beras atau jagung.

Bapak : ” Ini dek kopi pendeknya ”
Saya : ” makasih pak ”

Saya perhatikan gelas kopi saya, ukuran gelasnya normal tapi isinya cuma setengah gelas… sayapun paham yang disebut kopi pendek adalah setengah gelas, sedangkan kopi penuh adalah 1 gelas penuh ….*sambil manggut-manggut*

Cukup lama saya berada ditenda ini, sambil menghirup kopi saya memperhatikan sekeliling , rata-rata pengunjungnya adalah penarik becak, buruh harian dan tukang ojek. Jujur perasaan saya malam ini campur aduk… antara bahagia, pilu dan bersyukur menggelayuti hati dan pikiran saya…. bahagia saya melihat mereka bisa tertawa dan bercanda, pilu melihat wajah-wajah hitam berkerut, tangan-tangan kasar, dan sendal jepit dengan kaki yang pecah-pecah, bersyukur karena saat ini saya masih bisa bersama mereka dalam keadaan yang sedikit lebih baik dari mereka… bersyukur karena mereka masih diberi kekuatan untuk bisa melalui kerasnya kehidupan….
Hidup ini Keras jika kita Lemah…tapi hidup akan mudah dilalui jika kita kuat …
Dengan uang 3500 rupiah malam saya bisa mengisi perut dan mendapat pelajaran berharga dari mereka yang tertawa dalam hati yang menangis ….


Gurindam keenam Raja Ali Haji

January 26, 2009

Pagi tadi saya duduk termenung sendiri di teras kamar, secangkir kopi telah berkurang setengahnya. 7 tahun lalu saya datang ke kota ini bersama 2 sahabat saya, dan saat ini saya sedang merindukan mereka untuk bertemu dan bercerita. Hanya 2 tahun kami bisa bersama di kota ini, dan kemudian berpisah untuk mencari kehidupan baru dan jati diri masing-masing. Sedang apa kalian saat ini sahabat…..

Perlahan saya memtik gitar yang ada dipangkuan…sejenak terdiam dan saya lantunkan sebuah lagu untuk sahabat… (ini lagunya audy)

Biarkan saja kekasihmu pergi
teruskan saja mimpi yang tertunda
kita temukan tempat yang layak
sahabatku

kupercayakan langkah bersamamu
tak kuragukan berbagi denganmu
kita temukan tempat yang layak
sahabatku

kita mencari jati diri
teman lautan mimpi

aku bernyanyi untuk sahabat
aku berbagi untuk sahabat
kita bisa jika bersama

kita berbagi untuk sahabat
kita bernyanyi untuk sahabat
kita bisa jika bersama

tiba waktunya
kita untuk berbagi
untuk saling memberi

Buat saya sahabat adalah obat…seperti yang diungkapkan Raja Ali Haji dalam Gurindam keenamnya…

Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan

Untuk semua sahabat blog… saya bernyanyi sekali lagi untuk kalian semua ……


Aku berikan Pundakku…

January 20, 2009

Langit kota palembang sore itu berawan, Jembatan Ampera sebagai Permata Musi terbentang gagah menopang lajunya ribuan kendaraan yang tanpa henti menggilas tubuhnya. Didalam mobil travel duduk disamping saya seorang ibu-ibu yang mengenakan kerudung, mungkin usianya sekitar 58 th. Dari raut wajahnya jelas ia terlihat lelah.
Pukul 18.21 mobil travel berhenti di Stasiun pengisisian BBM, sayup-sayup terdengar suara adzan berkumandang, saya mengambil sebotol air minum dan menegguknya 3x…Alhamdulillah… lalu ibu disebelah saya berkata

Ibu : Puasa ya dek ?
Saya : Alhamdulillah iya bu
Ibu :Kalau dalam perjalanan jauh, puasa tidak diwajibkan
Saya : Perjalanan ini tidak berat kok bu, silahkan rotinya bu… jawab saya sambil menawarkan sebungkus roti kepadanya.
Ibu : Iya terimakasih jawab si ibu sambil tersenyum

Perjalanan tinggal 3 jam lagi, bosan rasanya saya di dalam travel ini, berkali-kali saya mencoba memejamkan mata berkali-kali juga saya gagal untuk terlelap. Sementara ibu disebelah saya terlihat mulai mengantuk, kepalanya turun naik, miring kanan miring kiri dan tiba-tiba ” Plukk…” kepalanya mendarat dan tersandar di pundak saya. Saya dalam keadaan terdesak dan bingung, lewat 15 menit si ibu ga sadar-sadar juga kalau kepalanya numpang, semakin lama pundak saya terasa pegal, apalagi jika mobil sedang menikung kearah kiri beban tubuh si ibu yang cukup gemuk semakin membuat saya terhimpit. Tidak terasa sudah 1 jam, dan kepala si ibu tidak beranjak dari pundak saya, malah si ibu tampak tambah nyaman dan lelap “Oohhh…”

Namun saat itu juga saya tersadar dan berucap ” Astagfirullah….” saya jadi teringat Ibu dirumah . Ibu mengandung saya sejak usia sepersekian detik hingga 9 bulan dalam perutnya, selama itu juga ibu saya merasakan pegal, mual, mules, berjuang antara hidup dan mati, tapi toh ia berhasil melahirkan dan membesarkan saya bersama saudara-saudara saya yang lain. Lalu kenapa hanya menopang kepala seorang ibu di pundak dalam waktu 1 jam saya tidak bisa dan mengeluh ? Akhirnya saya mebiarkan kepala si ibu bersandar di pundak saya, sampai si ibu tersadar dan melhat jam di HP nya, pukul 21.30… yah 2 jam setengah dia tertidur di pundak saya…


Berbagi Rejeki

January 14, 2009

Malam itu Kereta Limex Sriwijaya jurusan Tanjung Karang berjalan pelan tanpa semangat, tidak sabar rasanya hati saya untuk segera sampai di kampung halaman. Jam di HP saya menunjukkan pukul 05:03 pagi, perlahan kereta berhenti dan saya pun tiba disebuah stasiun kecil kampung saya. Segera saya mengambil tas dan bergegas turun sambil melangkah hati-hati melewati rintangan orang-orang yang tidur di lantai kereta.
Hembusan angin lembut pagi membuat saya merangkapkan kedua tangan didada menahan dingin, sampai diluar stasiun saya menghampiri sebuah becak dan mencoba untuk menawar…

Saya : Ke jalan asri berapa bang ?
T. Becak : 7000 jawabnya
Saya : 4000 aja bang… biasanya segitu kok , saya mencoba untuk menawar
T. Becak : Ga’ bisa, ini masih pagi…kalau siang boleh
Saya : 5000 ya
T.Becak : Ga’ bisa, kl mau murah becak itu aja… sambil tangannya menunjuk sebuah becak di pojok dinding
Saya : Ya udah, makasih bang….

Saya pun berlalu dan menghampiri becak yang disebutkan abang becak tadi sambil berfikir mengingat kata-kata si abang tadi ” …Kalau mau murah becak itu aja…” apa maksudnya ya ? saya penasaran…
Sesampainya di depan becak itu hati saya terenyuh… tampak seorang bapak tua tertidur pulas di dalam becak tersebut, saya merasa tidak tega untuk membangunkannya, tapi saya tidak ada pilihan lain, perlahan saya membangunkannya

Saya : Pak….pak…
Bapak : agak tergagap dan dia segera bangun… Ya…
Saya : narik ga’ pak ?
Bapak : oh..iya..ya.. kemana dek ?
Saya : Jalan asri pak, berapa ?
Bapak : 3000 sambil menunjukkan 3 jarinya
Saya : ??? belum lepas rasa kejut saya si bapak langsung menyuruh saya naik
Bapak : Ayo naik…kata si bapak sambil memutar becaknya

Diperjalanan saya mikir, apa bapak ini ngigau dan salah sebut harga ya….namun hati saya semakin terenyuh dan tidak tega mendegar hembusan nafas yang berat dari bapak penarik becak, belum lagi kondisi becak yang terlihat sudah tua dan mulai merapuh. Saya pun berniat turun untuk mencari becak yang lain…

Saya : Pak… saya turun sini aja pak …
Bapak : Kok turun sini, kan belum sampe
Saya : Gak apa-apa pak…
Bapak : Kenapa dek, bapak masih kuat kok jangan khawatir…jawabnya sambil terus mengayuh becaknya

Untunglah rumah saya tidak terlalu jauh dan tidak berapa lama saya sudah sampai di rumah, saya segera turun dari becak dan merogoh kantong mengeluarkan selembar uang 20.000 dan menyerahkan kepada bapak itu

Bapak : Uang pas aja dek, bapak ga ada kembalinya…
Saya : …. ya udah kembalinya buat bapak aja, saya juga lagi ga ada uang pas
Bapak : Makasih ya dek…. alhamdulillah bapak bisa bayarin SPP Cucu bapak pagi ini …
Saya : …… ???

Si bapak tua pun berlalu sambil memutar becaknya ….

Kalau rejeki memang tidak kemana-mana larinya…tapi kalau bukan rejeki sekeras apapun usaha rejeki tidak akan berpihak kepada kita….

Seandainya Tukang becak pertama menerima tawaran saya mungkin pagi ini adalah rejekinya, tapi ternyata malah si Bapak tua yang mendapat rejeki lebih…Tuhan memang maha adil…


Sabar itu berbuah manis

January 5, 2009

Delapan tahun yang lalu saya masih melihat laki-laki paruh baya itu berjalan keliling kampung sambil mendorong gerobak untuk berjualan Tekwan (salah satu makanan khas palembang). Tanpa disadari kulitnya menghitam terbakar sinar matahari, kedua kakinya terlihat lusuh dengan sandal jepit yang hampir putus. Jika dagangan Tekwan nya mulai sepi laki-laki itu pun beralih menjual Bakso. Begitu seterusnya yang dia lakukan untuk bertahan hidup demi memberi makan istri dan ke lima anaknya.

Salah satu anak laki-laki nya adalah teman bermain saya waktu kecil, saya masih ingat beberapa teman saya terkadang meledek profesi ayahnya sebagai pedagang keliling yang berganti-ganti profesi. Saya bisa membayangkan perasaannya saat mendengar ayahnya dicemooh, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain diam dan tersenyum getir.

Liburan akhir tahun 2008 saya manfaatkan untuk benar-benar berlibur dan merefresh pikiran yang sempat kalut dan gundah. Sore itu badan saya terasa pegal, dan saya minta tolong kepada saudara saya untuk dicarikan tukang urut. Saudara sayapun bilang “…ada tukang urut yang Ok, kalau mau jam 5 sore ini dia dateng…” sayapun menyanggupinya.

Akhirnya tukang urut yang dijanjikan saudara saya datang. sahabat…saya tercekat melihat laki-laki yang ada dihadapan saya, ternyata dia adalah ayah dari teman saya, laki-laki paruh baya yang dulu pedagang keliling kampung. Subhanallah…Saya menyalaminya, saya masih bisa mengenal dengan jelas wajahnya, tapi mungkin dia sudah lupa dengan saya. Sambil mengurut saya kami berbincang-bincang, lalu saya bertanya dengan sangat hati-hati :

Saya : “Maaf kak, gimana ceritanya bisa menjadi tukang urut ? ”

Dia : sambil tertawa ” Ini cobaan lagi dari Tuhan, kakak sendiri sudah lupa ini cobaan yang keberapa…dan kakak tidak tahu setelah jadi tukang urut kakak mau jadi apa lagi …”

Saya : Kok gitu kak ?

Dia : Sebenarnya kakak sudah bosan dengan segala cobaan, tapi ternyata tuhan ingin menyadarkan kakak dan menunjukkan kekuasaan Nya.

Saya : Maksudnya ?

Dia : Dengan banyaknya cobaan, kakak jadi sering mengeluh…tapi kakak tidak pernah mengeluh kepada istri atau kepada orang lain, kakak hanya mengeluh kepada Tuhan…kakak selalu memohon agar diberi pekerjaan yang baik dan halal…”

Saya : Tuhan denger ga’ ?

Dia : kakak yakin Tuhan mendengar, buktinya kakak sekarang jadi tukang urut.

Saya : Letak kekuasaannya dimana ?

Dia : Suatu hari saat kakak lagi dagang keliling, ada orang yang terkena musibah, kakinya tertimpa kayu iseng-iseng kakak nawarin diri buat ngurut, eh…ternyata dalam 2 hari kakinya sembuh, dan sejak itu banyak orang yang minta di urut sama kakak , termasuk kamu dek … jawabnya sambil kami tertawa.

Keesokan harinya saya menyempatkan diri keliling kampung melihat-lihat suasana, suasana kampung yang tidak saya jumpai di kota tempat saya bekerja. Di depan sebuah lorong jalan saya sempat berhenti sebentar saat melihat sebuah bangunan rumah . Delapan tahun yang lalu rumah itu tampak reot, namun sekarang rumah iu sudah berubah menjadi rumah yang bagus, itulah rumah laki-laki pedagang keliling yang kini sudah berubah menjadi lebih baik kehidupannya… Tuhan memang selalu mendengar keluhan umatnya yang mengeluh kepadanya…

Mungkinkah selama ini kita sudah salah memilih tempat mengeluh ?